Tuesday, July 18, 2006

Bila Gorbachev Jualan Koran

Oleh : PEPIH NUGRAHA

Di Indonesia, kerja jurnalistik sering dipersamakan dengan sebuah pulau tempat persinggahan sementara, tempat untuk melanjutkan perjalanan ke pulau tujuan yang sesungguhnya. Ia menjadi sekadar batu loncatan semata.

Sudah tidak terhitung banyaknya legislator dan eksekutor di tingkat lokal maupun pusat berlatar belakang pekerja pers. Mereka adalah wartawan, editor, atau bahkan pemilik koran untuk penerbitan lokal maupun nasional. Kurangnya gengsi wartawan dari sisi profesi maupun finansial menyebabkan mereka mencari peruntungan yang lebih baik dan "bergengsi".

Berbeda dengan dulu. Adam Malik dipinang Presiden Soeharto menjadi Wakil Presiden karena kecerdikannya berdiplomasi dan pergaulannya yang luas melewati batas-batas negara. Adam Malik bisa melakukan hal itu karena latar belakangnya sebagai jurnalis, dan ia tidak merasa jatuh gengsi karena menjadi seorang pewarta.

Wapres Jusuf Kalla sewaktu belum terjun ke dunia bisnis dan kini politik konon pernah menjadi wartawan. Ia pada akhirnya juga punya andil di media massa lokal yang terbit di Sulawesi Selatan.

Tetapi, jagat pers global kini tengah mengalami metamorfosa kalau tidak mau dibilang mengalami perubahan. Menjadi kebalikannya kalau dibandingkan dengan Indonesia. Di Indonesia, pers dianggap sebagai batu loncatan semata. Akan tetapi, bagi para mantan pemimpin dunia, pers justru mereka jadikan terminal atau pelabuhan terakhir dari sebuah perjalanan karier yang panjang.

Mantan Wakil Presiden AS Al Gore yang dulu berpasangan dengan Presiden Bill Clinton terjun ke dunia jurnalistik dengan mendirikan Current TV. Bersama rekannya, Joel Hyatt, Gore membangun televisi kabel interaktif pertama yanga jam tayang utamanya menampilkan gambar video yang dibuat para pemirsanya sendiri.

Baru-baru ini, sebagaimana dilaporkan kantor berita Associated Press, 7 Juni lalu, mantan pemimpin Uni Soviet Mikhail Sergeyevich Gorbachev bersama rekannya menanamkan modal untuk sebuah koran independen di Rusia. Bersama seorang anggota legislatif, Alexander Lebedev, Gorbachev membeli 49 persen saham koran Novaya Gazeta.

Tudingan miring lantas dialamatkan kepada Gorbachev-Lebedev, khususnya dari mereka yang menganggap duo politisi itu sebagai ancaman. Mereka menganggap terjunnya Gorbachev ke dunia jurnalistik tidak lebih karena didorong hasratnya untuk come back ke dunia politik. Pendeknya, pemenang hadiah Nobel Perdamaian itu dituding akan menggunakan kekuatan pers independen di Rusia sebagai kendaraan politiknya agar dapat tampil kembali di panggung politik.

"Kita perlu menyediakan keberagaman opini dan ketersediaan media untuk memublikasikannya, dan itu haruslah cerminan opini publik di Rusia," kata Gorbachev kepada para pemimpin redaksi internasional di Moskwa saat mengumumkan pembelian sahamnya.

"Kami sebagai pemegang saham akan menjalin kerja sama dengan editor kolektif dan tidak akan pernah mengadopsi cara-cara seperti itu dengan pimpinan bisnis. Kita harus, dan ini salah satu dari tujuan kami, memajukan perkembangan kualitas media massa sebagai sebuah kepentingan nilai-nilai demokratis," tambahnya.

Bagi para pemilik media massa kolot yang sepanjang hayatnya terikat oleh negara dan partai, jelas kiprah baru Gorby, demikian Gorbachev biasa dipanggil, menjadi ancaman yang senyata-nyatanya. Siapa pun tahu Gorbachev dengan gagasan revolusionernya berupa glasnost (keterbukaan) dan perestroika (restrukturisasi) pastilah akan membawa angin perubahan kedua (second wind of change) di bidang pers.

Dulu Gorbachev dengan glasnost dan perestroika-nya telah memberi inspirasi kepada 400 juta rakyat Uni Soviet untuk berpikir dan berani berbicara. Dampak Gorbachev ini tidak saja mengakhiri perang dingin Timur-Barat, tetapi juga mengubah peta dunia. Dimulai dengan trio negara Baltik Latvia, Lithuania, dan Estonia memerdekakan diri. Kemudian Rusia, Ukraina, dan Belarusia mendirikan Persemakmuran Negara-negara Merdeka, disusul delapan republik lainnya yang turut bergabung sebagai negara sendiri-sendiri.

Lalu angin perubahan apa lagi yang bakal dibawa Gorby dalam dunia pers? Begitulah pikir para pemilik pers kolot tentang langkah terbaru Gorbachev. Akan menjadi apa dan bagaimana dunia pers setelah kehadiran Gorby?

Kekhawatiran yang beralasan mengingat latar belakang Gorbachev yang membawa angin perubahan. Gorby juga dikenal sebagai negarawan yang mendengungkan kebebasan pers. Plus Lebedev yang terkemuka dalam upaya pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme, duet ini dianggap sebagai ancaman.

Bagi Dmitry Muratov, redaktur pelaksana Novaya Gazeta, berkiprahnya Gorbachev dan Lebedev selain memelihara independensi editorialnya juga akan menjadikan koran ini media yang lugas dan tanpa tedeng aling-aling mengkritik setiap kebijakan pemerintah. Ia percaya kehadiran Gorbachev akan memproteksi segala kemungkinan bentuk-bentuk tekanan. "Kami ingin koran ini melayani masyarakat, bukan pemerintah," katanya.

Novaya Gazeta yang terbit dua kali dalam seminggu mengkhususkan diri dalam liputan investigasi, khususnya mengendus korupsi di tubuh pemerintahan. Lebedev yang dikenal sebagai legislator vokal dalam menyuarakan korupsi di tubuh eksekutif semakin memperkuat citra Novaya Gazeta sebagai koran independen. Koran ini juga mendapat simpatik karena kritikan pedasnya menyangkut kebijakan Kremlin di Chechnya, negara bagian Rusia yang berniat merdeka.

Muratov menjelaskan, sisa 51 persen saham dimiliki oleh staf atau pengelola koran. Bandingkan dengan Undang-Undang Pers kita yang pernah mengharuskan 20 persen saham dimiliki oleh karyawannya. Sedangkan 49 persen saham yang dibeli Gorbachev-Lebedev dikatakan Muratov sebagai "rahasia perusahaan". Novaya Gazeta bertiras 513.000 di Rusia dan 171.500 eksemplar beredar di Moskow.

Bagi penguasa Kremlin, yakni Presiden Vladimir Putin, terjunnya politisi kawakan ke dunia pers tidak lain sebagai sebuah ancaman bagi kekuasaannya sendiri. Di sisi lain, Gorby adalah pengkritik nomor wahid atas upaya Kremlin mengontrol media massa Rusia meski dia menghargai Putin dalam merestorasi stabilitas dan memelihara prestise Rusia pasca-Uni Soviet di mata dunia.

Dengan kata lain, motivasi Gorbachev terjun ke dunia pers tidak lain terdorong oleh sepak terjang pemerintahan Putin yang represif, yang kini mengendalikan tiga saluran televisi besar. Sementara sejumlah besar media massa akhir-akhir ini juga dimiliki kroni-kroni Kremlin.

Harian Izvestia yang disegani, tahun lalu, misalnya, telah dibeli perusahaan gas milik pemerintah, Gazprom. Harian bisnis Kommersant milik Boris Berezoysky yang kini menjadi buangan di negeri orang karena memusuhi Kremlin dikabarkan akan ditutup untuk kemudian dibeli konglomerat Roman Abramovich. Pemilik klub sepak bola Chelsea ini dikenal sebagai loyalis Kremlin.

Oleg Panfilov, Kepala Center for Journalism in Extreme Situations, mengungkapkan, sudah sejak lama Gorby menyokong Novaya Gazeta sebagai koran independen. Keterlibatan langsungnya dipastikan semakin membantu publikasinya. "Lebih dari Izvestia dan Kommersant, Novaya Gazeta punya kesempatan yang lebih baik untuk dikenal sebagai alternatif berita, opini, maupun pendapat," katanya. Sumber : www.kompas.com

0 Comments:

Post a Comment

<< Home